Selundupkan 44 Kg Sabu, Kopral TNI Terancam Hukuman Penjara Seumur Hidup


Kopral Satu (Koptu) Nurdianto dituntut dengan pidana penjara seumur hidup, denda sebesar Rp5 miliar dan subsider 10 bulan kurungan. Prajurit TNI yang bertugas di Yonif 125 Simbisa Kodam I Bukit Barisan ini disebut terlibat dalam peredaran narkotika jenis sabu seberat 44 kilogram.

Tuntutan itu dibacakan Kepala Oditur Militer I-02 Medan, Kolonel Budiharto, di hadapan Ketua Majelis Hakim Kolonel Chk Bambang Indrawan,SH (Kadilmil I-02 Medan) serta anggota Mayor Chk Musthofa, SH dan Mayor Chk J.M.Siahaan, M.Hum, di Pengadilan Militer Medan, Kamis (1/11).

"Menuntut terdakwa dengan pidana pokok yakni pidana penjara seumur hidup, denda sebesar Rp5 miliar dan subsider 10 bulan kurungan. Selain itu pidana tambahan dipecat dari militer. Mohon terdakwa agar tetap ditahan," ucap Budiharto dalam tuntutannya.

Budiharto mengatakan perbuatan terdakwa melanggar Pasal 114 ayat (1) dan ayat (2) UU Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Bahwa, terdakwa telah tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman beratnya lebih dari 5 gram yang dilakukan secara bersama-sama.

Dia menyebut ada sejumlah hal yang memberatkan hukuman bagi terdakwa. Salah satunya, itu merupakan perbuatan keenam kalinya.

"Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa saat berdinas TNI tidak sesuai dengan Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan Delapan Wajib TNI. Perbuatan terdakwa bisa merusak generasi dan masyarakat Indonesia," ujarnya.

"Perbuatan yang dilakukan terdakwa bukan hanya sekali, akan tetapi sudah yang keenam kalinya. Sedangkan hal yang meringankan terdakwa sudah mengabdi di TNI dan sudah beberapa kali melaksanakan operasi tugas," ia menambahkan.

Usai mendengarkan pembacaan tuntutan itu, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk mengajukan pleidoi atau pembelaan yang akan dibacakan pada persidangan pekan depan. 

"Saudara bisa menyampaikan pleidoi atas tuntutan pada persidangan pekan depan," ucap Kolonel Chk Bambang Indrawan sembari mengetuk palu.

Dalam perkara ini, Nurdianto ditangkap terkait jaringan pengedar narkotika yang diungkap tim gabungan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polda Sumut di Serdang Bedagai, Sumut, pada pertengahan Juli 2017. Ketika itu tim menangkap delapan orang pelaku dan menembak mati dua orang lainnya. 

Delapan orang yang ditangkap yakni Anyar, Rofi, Marzuki, Saidul Saragih, Ahmad, Untung, Edy Saputra dan Aiptu Suherianto. Nama terakhir ini merupakan anggota Polres Serdang Bedagai yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Pos Polair Pantai Cermin. Dua orang yang ditembak mati yakni Bambang Julianto dan Moh Syafii alias Panjul alias Boy.

Delapan pelaku itu sudah dijatuhi hukuman di Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam pada April 2018 dan putusannya telah dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Medan.

Tujuh di antaranya dijatuhi hukuman mati, yakni Anyar, Rofi, Marzuki, Saidul Saragih, Ahmad, Untung dan Suherianto. Seorang lainnya, Edy Saputra dijatuhi hukuman pidana penjara seumur hidup.

Selain 10 orang itu, terdapat dua personel TNI yang terlibat, yakni Koptu Nurdianto dan Kopda Fuad, yang merupakan personel TNI AU. Nurdianto bertugas menjemput narkotika dari tengah laut menggunakan perahu motor milik Suherianto.

Sementara Fuad mengamankan mobil yang disewa untuk membawa sabu-sabu dari Medan ke Pekanbaru. Namun, persidangan Fuad belum sampai pada pembacaan tuntutan. Dalam persidangan, Nurdianto mengaku sudah enam kali menjemput sabu-sabu di tengah laut. Perbuatan itu dilakukannya sejak 2015.

Usai persidangan, Budiharto menyebut penjara seumur hidup bagi terdakwa sudah tepat.

"Kami nilai sangat tepat penjara seumur hidup itu. Sesungguhnya pidana yang sangat berat bagi prajurit itu adalah pidana tambahan dipecat dari militer. Kenapa? karena dengan dipecat, itu semua akan musnah, mata pencarian dan penghasilan untuk anak istri semua musnah," pungkasnya.

Saat disinggung peran terdakwa yang sudah enam kali terlibat dalam penyeludupan narkotika, Kol Budiharto malah menyebutkan hal itu tidak terbukti.

"Mengenai hal yang enam kali bawa sabu, itu hanya berdasarkan pengakuan saja, dan karena yang terbukti yang terakhir itu saja yang tanggal 15 Juli 2017. Sementara, yang lima kali itu hanya sebuah pengakuan saja. Mengenai siapa pemilik barang [sabu] yang sebelum diberikan kepada terdakwa, ini tidak terungkap, terdakwa hanya melaksanakan dari Iptu Surianto saja," papar dia.

Komentar